Makassar, Menit7.Com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan menetapkan 2 tersangka kasus korupsi proyek pembangunan instalasi perpipaan air limbah (IPAL) Kota Makassar tahun 2020-2021 dengan kerugian negara Rp7,9 miliar.
Kedua tersangka masing-masing oknum ASN dan kontraktor atau rekanan.
Aspidsus Kejati Sulsel Jabal Nur mengatakan, kedua tersangka langsung ditahan pada Kamis (10/10/2024).
Dua tersangka yang ditahan yakni inisial SD selaku Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) paket C dan JRJ selaku Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama.
“Tim Penyidik telah melakukan ekspose di hadapan Kepala Kejati untuk menetapkan seorang tersangka JRJ dan SD. Serta diusulkan dilakukan penahanan guna mempercepat proses penyelesaian penyidikan, serta dikhawatirkan upaya melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti,” kata Jabal dalam keterangannya.
Jabal menjelaskan, kedua tersangka bekerja sama melakukan korupsi terhadap proyek dengan nilai kontrak Rp 68.788.603.000. Dalam menjalankan aksinya, JRJ telah mengajukan Termin XI (Mc 23), dengan alasan menjadi target pencapaian prestasi proyek.
Tersangka JRJ lalu meminta dan mengarahkan saksi DL selaku PM untuk mengajukan Termin 11 (MC 23) dengan dalih tersangka JRJ sudah koordinasi dengan pihak Kepala Satker terkait rencana pencairan termin XI tersebut. Padahal bobot fisik yang ada sebelum pengajuan MC 23 dengan bobot 67.171 senyatanya juga belum mencapai 61,782% melainkan hanya sebesar 53%.
“Hal ini bersesuaian dengan opname terakhir (sebelum pemutusan kontrak) tanggal 4 Januari 2023, yang dilaksanakan oleh PPK dan Konsultan Pengawas, bobot fisik yang diperoleh hanya sebesar 52,171% dan pada saat dilakukan perhitungan fisik oleh ahli dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Sulsel diperoleh kesimpulan, bobot di lapangan hanya sebesar 55,52 persen,” jelasnya.
Sementara tersangka SD berperan memproses permintaan pembayaran dari PT KIP. Tindak lanjut dari permintaan PT KIP tersebut, SD memerintahkan saksi F selaku staf keuangan untuk membuat dokumen keuangan sebagai kelengkapan pembayaran.
“Tersangka SD lalu memerintahkan saksi Farid (staf keuangan) membuat dokumen keuangan (BA Tingkat Kemajuan Fisik, BA Penyelesaian Pekerjaan, Berita Acara Pembayaran, Kuitansi Pembayaran, dan SPTJB) sebagai kelengkapan pembayaran, yang pembuatannya tidak berdasar laporan progres dari konsultan pengawas tetapi semua atas perintah Tersangka SD,” paparnya.
SD selaku PPK mengetahui pengajuan pembayaran termin 11 MC 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik di lapangan. Sehingga seharusnya pengajuan pembayaran belum dapat ditindaklanjuti.
“Selain itu tersangka JRJ juga telah mempergunakan uang yang bersumber termin 1 sampai dengan 11 pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan,” tambah Jabal.
Sementara Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi mengatakan, perbuatan tersangka mengakibatkan pekerjaan proyek didapati selisih bobot pekerjaan sebesar 55,52%. Hal ini berpotensi merugikan keuangan negara.
“Berpotensi merugikan keuangan negara yang berasal dari biaya yang telah dikeluarkan berupa pembayaran realisasi fisik yang tidak sesuai volume/progres fisik di lapangan senilai Rp 7.987.044.694,” ungkap Soetarmi.
Soetarmi mengatakan, kasus ini masih dalam penyidikan lebih lanjut dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru. Kejati Sulsel mengimbau kepada para saksi agar kooperatif dalam pemeriksaan.
“Kajati Sulawesi Selatan mengimbau kepada para saksi yang dipanggil agar kooperatif hadir untuk menjalani pemeriksaan serta tidak melakukan upaya-upaya merintangi, menghilangkan atau merusak alat bukti serta berusaha untuk melakukan upaya untuk melobi penyelesaian perkara ini,” ujarnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dikenakan primair pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Para tersangka juga dikenakan pasal subsidair yaitu pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat1ke-1KUHP.(dtk/red)