Menit7.co.id – Pulau Lae Lae merupakan salah satu pulau kecil berpenghuni yang berada disebelah barat provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya berhadapan langsung dengan Masjid 99 kubah yang dikenal menawarkan keindahan bahari serta menyimpan situs sejarah pada masa penjajahan jepang.
Pulau Lae Lae bisa menjadi tempat yang sangat pas dikunjungi oleh orang-orang penikmat sunset disertai seruan merdu ombak yang mengelilingi pulau dan suasana yang jauh dari perkotaan.
Untuk perjalanan ke pulau Lae Lae, terlebih dahulu mengunjungi dermaga penyeberangan Kayu Bangkoa. Jarak ke dermaga menghabiskan waktu kurang lebih empat menit dari Pantai Losari menggunakan sepeda motor.
Dermaga ini menjadi salah satu portal yang digunakan wisatawan dan masyarakat pulau untuk akses ke pulau-pulau kecil yang ada disekitar makassar salah satu nya pulau Lae Lae.
Saat awal masuk ke dermaga Kayu Bangkoa kita dikenakan tarif parkir motor sebesar 2.000 rupiah. Ditempat ini juga tersedia warung-warung yang biasa dikunjungi oleh para wisatawan untuk menghilangkan dahaga sebelum atau sesudah berangkat.
Perjalan menggunakan perahu dari dermaga ke pulau Lae Lae ditempuh selama kurang lebih lima menit dengan dengan tarif Rp35.000 Ribu untuk pulang pergi. Saat tiba di pulau kita perlu melakukan perjanjian dengan pemilik perahu untuk jam penjemputan.
Diperjalanan kita bisa menikmati pemandangan kota Makassar dari laut dan menjumpai perahu-perahu dari arah pulau yang ingin menuju ke kota Makassar.
Saat hendak tiba di pulau, sudah terlihat bentangan pasir putih serta perahu-perahu nelayan yang bersandar disekitaran dermaga yang ada di pulau Lae-Lae.
Pulau Lae Lae sendiri secara administratif masuk kedalam wilayah kelurahan Lae Lae, kecamatan Ujung Pandang, Makassar.
Pulau Lae-Lae merupakan pulau peninggalan Jepang. Pulau dengan luas 6,5 ha berpasir putih ini dihuni oleh 400 keluarga atau sekitar 2.000 jiwa.
Pulau lae lae dikenal sebagai tempat yang strategis untuk menikmati sunset, disini juga tersedia fasilitas-fasilitas yang disewakan untuk para pengunjung, seperti alat pendukung yang digunakan untuk bersantai menikmati suasana sekitar di pulau ini.
Karena keindahan pasir putih nya, kalian bisa membuat mendirikan tenda tenda camp dan berkumpul bersama teman atau keluarga.
Terdapat juga satu masjid yang posisi nya berada di tengah-tengah pemukiman warga. Masjid Miftahul Bahri memiliki desain yang unik serta mampu menampung 300 jamaah. Setelah ibadah sholat berlangsung, kegiatan belajar mengaji yang dilakukan oleh anak-anak ikut meramaikan masjid ini.
Pendidikan di pulau Lae Lae terbilang cukup mumpuni, terdapat 3 sekolah yang terdiri dari TK Lae Lae, SD Impres Lae Lae , SMP Negeri 41 atap. Hanya saja masih belum terdapat SMA disini yang mengharuskan masyarakat pulau merantau untuk melanjutkan pendidikan nya.
Selain terkenal dengan wisata bahari nya, pulau ini juga memiliki situs sejarah peninggalan Jepang, Yaitu bungker perang yang diperkirakan dibangun antara tahun 1943-1945 atau pada masa-masa akhir kekuasaan Jepang di Indonesia.
Bungker ini berada di bagian utara dan selatan Pulau, konon katanya bungker ini terhubung langsung dengan benteng Fort Roterdam yang berada dekat dermaga Kayu Bangkoa. Namun karna kurang nya perhatian dari warga dan pemerintah setempat, bungker ini jadi tak terurus dan menjadi tempat tumpukan sampah-sampah serta barang barang warga.
Selain keindahannya, terdapat juga tempat-tempat tertentu yang kurang terurus seperti pada sebelah kenan dermaga pulau Lae Lae. Terlihat kapal kapal yang telah rusak bersandar dan bertumpuk di sana. Banyak nya sampah yang bertebaran membuat pasir putih yang berada dibawah sampah sampah jadi kurang jelas.
Disebelah selatan pulau, Terdapat juga pemecah ombak untuk menyelamatkan pulau dari abrasi atau pengikisan pantai akibat arus laut.
Selama ini masyarkat Lae-Lae hanya menikmati layanan listrik PLN 6 jam perhari, namun pada 7 Oktober 2022 listrik sudah beroperasi selama 24 jam. Listrik ini untuk melayani 400an kepala keluarga dan fasilitas umum lainnya.
Tentu saja ini dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari mereka.
Citizen Reporter: Ramandha Fitrah (Mahasiswa Prodi Jurnalistik, UIN Alauddin Makassar)