Menit7. com — Forum Pemerhati Pendidikan dan DPD Aliansi Pemantau Kinerja Aparatur Negara Republik Indonesia (APKAN RI) Kabupaten Maros melakukan audiens dan silaturahmi ke Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, H. Andi Iqbal Najamuddin, S.E., di kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Tamalanrea, Makassar, Kamis, 22Juni 2023.
Kunjungan tersebut guna untuk menyampaikan dan berdiskusi terkait adanya laporan masyarakat mengenai masalah Pendidikan khususnya di kabupaten Maros.
Kunjungan kami terkait, adanya laporan di salah satu sekolah SMA yang ada di kabupaten Maros yang mewajibkan setiap siswanya untuk membayar iuran Komite dan diskriminatif dalam mengikutkan siswanya ujian dengan membedakan warna kartu peserta ujian.
“Masalah inilah yang kami laporkan ke Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan,” ujar Ishaq Ketua Forum Pemerhati Pendidikan, Kamis, 22/6/2023.
Dari Hasil penelurusan kami menemukan jika siswa – siswi yang tidak membayar uang komite sekolah, pada saat ujian semester kartu ujiannya dibedakan. Bagi siswa yang lunas itu warna putih dan yang belum lunas warna Pink. Ini terjadi di SMA Negeri 1 Maros. Parahnya lagi, sekolah tersebut sampai menahan Ijazah, sehingga orang tua siswa harus berusaha meminjam uang kesana kemari guna menebus Ijazah anaknya. Ada pula siswa yang dana Komitenya belum lunas, sampai saat ini Ijazahnya masih ditahan.
M. Ishaq ketua Forum Pemerhati Pendidikan dan DPD APKAN RI kabupaten Maros sangat prihatin melihat kondisi ini, adanya diskriminasi terhadap siswa yang dapat mengganggu Psikologi siswa – siswi tersebut. Membedakan Kaya dan Miskin.
Bagi yang tidak membayar, hak akademiknya dibatasi dengan kartu ujian yang berbeda, atau ijazahnya ditahan. Padahal sumbangan yang tadinya hanya bersifat suka rela, tidak mengikat, tiba-tiba berubah menjadi wajib dengan jumlah dan waktu pembayaran.
Padahal jelas dalam Permendikbud 75/2016 tentang komite sekolah yang mengatur mengenai apa itu sumbangan dan apa itu iuran, komite hanya diberikan kewenangan menggalang dana dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
Inilah dalil untuk menegaskan adanya Pungli – Pungutan Liar atau tidak, karena sederhananya pungli adalah setiap penarikan atau penggalangan dana dari masyarakat yang tidak ada dasar hukumnya. Lalu, apa sebenarnya perbedaan sumbangan, pungutan dan bantuan?
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (5) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Sebaliknya, pungutan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. Jadi, berbeda dengan sumbangan yang bersifat sukarela, pungutan sebaliknya bersifat wajib dan mengikat.
Sementara, bantuan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, menyebutkan bahwa bantuan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Intinya, pemberian dana dari pihak luar, bukan orang tua/wali murid serta pihak masih terkait dengan sekolah.
Jadi, perbedaan sumbangan, pungutan dan bantuan cukup jelas dan tegas. Komite hanya dapat menggalang dana dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bukan pungutan.
Kami berharap ke depannya tidak adalagi hal yang seperti ini, yang dapat mencederahi dunia Pendidikan Kita dan kami meminta Dewan Pendidikan Kabupaten Maros dan Komite Sekolah tidak menutup mata dalam persoalan tersebut.
Yang mengejutkan bagi kami pada saat melakukan pemaparan terkait dengan rencana Pembentukan Tim Audit independen yang di inisiasi oleh DPP Forum Pemerhati Pendidikan