Maros, menit7.com – Pembangunan rel Kereta Api (KA) Maros – Pangkep terus berlanjut, meskipun masih ada puluhan bahkan ratusan warga yang menolak dan menjadi korban pembebasan dan pembayaran ganti rugi yang sangat tidak wajar. Sehingga masalah ini dilaporkan ke Bareskrim Polri dan menyurat ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
” Masalah pembebasan lahan dan pembayaran ganti rugi kepada para korban sangat tidak wajar, sehingga terpaksa masalah ini dilaporkan ke Bareskrim Polri dan menyurat ke Jokowi agar diketahui bahwa dalam proses pembebasan dan pembayaran diduga ada yang tidak beres,” ujar Adi Sudrajat Kuasa Hukum para korban ketidakadilan pembayaran ganti rugi lahan pembangunan rel Kereta Api Maros – Pangkep kepada Menit7.co.id, Kamis (2/6/2022).
Menurut Adi, tidak bermaksud menghambat pembangunan rel Kereta Api di Sulawesi Selatan, khususnya Maros – Pangkep. Dan, keinginan Presiden Jokowi untuk mempercepat penyelesaian pembangunan rel Kereta Api di Sulawesi Selatan harus didukung. Namun dalam proses pembebasan lahan dan pembayaran ganti rugi tersebut yang menjadi masalah karena nilainya sangat tidak wajar.
“Warga menolak karena pembayaran ganti rugi sangat tidak wajar, ” kata Adi.
Adi menjelaskan, karena masih banyak warga Kabupaten Maros dan warga Kabupaten Pangkep yang merasakan ketidakadilan dalam proses pembayaran ganti rugi karena lahannya terkena pembebasan pembagunan rel Kereta Api, sehingga masalah ini dilaporkan ke Bareskrim Polri dan Presiden Jokowi.
” Kami selaku kuasa hukum dari para korban harus memperjuangkan hak-hak mereka tanpa menghambat percepatan pembangunan rel Kereta Api,” kata Adi Sudrajat.
Adi mengatakan, bagi warga yang menolak pembayaran ganti rugi tanahnya harus menerima pembayarannya itu di pengadilan yang titip oleh pihak Balai Perkeretaapian Jawa Bagian Timur. ” Yang ironis karena ada nama yang sama sekali tidak punya lahan, tapi menerima ganti rugi,” ungkap Adi.
Sementara, Syarif salah seorang korban ketidakadilan itu menuturkan apa yang dialaminya sudah diserahkan kepada kuasa hukumnya. ” Kami berjumlah puluhan orang menjadi korban ketidakadilan pembayaran ganti rugi yang sangat tidak wajar menyerahkan kepada kuasa hukum,” beber Syarif. (anto)